Dilema jadi Orang Indonesia 2 : Wajah lain kota Manado
Ini lanjutan dari postingan Dilema Jadi Orang Indonesia. Ada kisah yang
benar-benar luar biasa yang ingin saya jadikan inspiransi bagi kalian, pembaca
yang budiman. Benar-benar super! Cerita ini adalah benar, ga di rekayasa, which
is mean bukan fiksi. Kejadian yang benar-benar terjadi. Jadi kalo mau dijadiin
pelem layar tancap, ga malu-maluin gitu.
Ini adalah kisah ‘mengenaskan’ berikutnya dari kejatuhan yang tak dikira.
Ini adalah bentuk lain dari kegalauan jadi orang Indonesia.
Here’s the story...
Abis gue turun dari bis yang membuat gue sadar akan arti kejatuhan, gue
sempet-sempetnya ngelirik jam tangan. Udah dikit lagi jam 1 cui! Gue pun dengan
kepanikan yang santai berjalan melenggang indah ke arah angkutan kota lewat.
Gue cari tempat yang ga kena matahari. Dengan kulit kayak gini, sebaiknya gue
tetap mempertahankan intensitas pencahayaan.
Dengan sabarnya gue nunggu angkot. Angkot satu lewat, dan ternyata bukan
tujuan gue. Angkot kedua lewat, dan ternyata
full. Angkot ketiga lewat, dan si sopir pun ngga ngelirik. Gue galau.
Dan yang bikin makin galau adalah, pas gue lagi nunggu angkot nih ya, ada
seseorang yang hampirin gue. Laki-laki dan dari pengamatan gue sih umurnya
sekitaran 27-an gitu terus dia kayaknya tukang ojek kompleks situ. Dia bilang
gini sama gue :
*make bahasa Manado yah, supaya ga mengurangi aksen-aksen yang seharusnya
ada*
“Cewe, nda usah tarukira”
translatenya : “Mbak, ga usah dikasih hati”
Wah, gue pun kaget. Maksudnya apa ini? Gue langsung ditembak sama stranger
nih?
“Hah?” balas gue dengan menaikan satu kening
“Itu...” sambil dia nunjuk laki-laki berpakaian kotor dan robek sana sini.
Laki-laki yang dia tunjuk pun ngelirik ke gue. Saat itu akhirnya gue sadar
kenapa gue ngga usah “kasih hati” sama dia,eh, dia, yang ditunjuk sama dia.
*dia-nya kebanyakan*
Saat gue ngelirik dia yang kedua, si dia lagi megang-megang barang yang ga
semestinya ga boleh diliat siapa pun kecuali dia, atau ibunya. Get it?
Barang-nya ! Ia megang barangnya. Gue jadi parno. Takut banget sama orang yang
ga tahu tempat.
Si dia pertama pun berkata :
“Dia kwa gila,tambah le mabo, jadi nda
usah tarukira” translate = si dia yang ketiga itu gila, jadi gue ga usah
kasih hati
Ya iyalah gue ga kasih hati. Masa sama orang gitu gue kasih hati sih. Dimana
harga diri gue?!?! Gue dilema. Antara bangga dan jijik. Bangga karena masih ada
orang yang jeles sama negara kita, tapi jijik sama keadaan orang gila di negeri
ini. Di saat banyak orang gila berkorupsi , orang gila beneran malah
ditelantarkan. Rakyat pun akhirnya jadi galau. Harap-harap cemas. Takut bakal
ketemu sama orang gila yang bebas kesana-kemari, yang bebas ngapa-ngapain, yang
bebas megang apapun.
Kejadian ini
mengingatkan gue akan kejadian tahun lalu kalo ga salah. Pas gue mau
jalan-jalan sama Valen buat nyari baju di kawasan mall yang besar di kota kami,
tiba-tiba ada om botak megang lengannya Valen. Gue jalan agak belakang dari
Valen. Dengan heran dan otak yang membeku, gue cuman diam dan merhatiin nih
orang mau ngapain. Gak beku gimana-gimana sih otak gue. Saat itu gue mikir gue
lagi masuk reality show apa gitu. Orang yang kehilangan anaknya terus butuh
pertolongan atau apa gitu. Ternyata dia cuman orang gila yang mau menebarkan bau yang entah dari mana.
Dengan muka yang miris hamper nangis dan hati yang berdarah-darah, airmata kami
terpaksa harus ditahan. Yah, inilah sisi lain dari dunia ini. Penebaran bau tak
sedap dengan paksaan.
Ini baru
kasus-kasus kecil dan menjengkalkan dari Indonesia kita ini. Haruskah ada
korban penebaran bau tak senonoh lagi? Plis pemerintah, tolong diperhatiin
area-area yang ga keliatan berbahaya sekalipun. Sering lho malah itu yang jadi
tempat rawan.
Kasus-kasus
berat kayaknya ga pantas gue bahas
disini. Selain gue ngga tahu apa-apa tentang itu, gue yakin kasus-kasus itu
lebih kotor dan menyengat daripada pelecehan bau. Lebih menjijikan daripada
orang gila yang lagi sakau dan mabuk terus kesana-kemari dengan sengaja membuka
area-area yang seharusnya ditutup.
Kasus-kasus
kecil seperti ini aja masih susah buat diatasi, apalagi yang emang busuk deket
mampus baunya. Ini mungkin teguran yah buat kita semua kalo kita juga harus
aware sama sesame dan sekitar kita. Bukan cuma menaikan suara didepan telivisi
memaki petinggi-petinggi Negara kita. Karena sebenarnya kita ngga perlu
menunggu pemerintah buat bertindak menyelesaikan masalah, kan bisa dimulai dari
kita. Perhatian sama sekitar, apa aja yang kita bisa lakukan untuk membuat
Negara ini makin dicintai oleh warga negaranya sendiri. Kayak pepatah dari
Negara Paman Sam, jangan tanyakan apa yang udah Negara kasih sama kamu, tapi
Tanya apa yang udah kamu kasih sama Negara. Mari berjuang !!!