Menyerah itu enak
Menyerah itu enak. Kerjaan langsung kelar. Tanpa perlu usaha, pengorbanan dan derita lagi. Sepertinya menyerah itu adalah godaan paling enak buat aku sekarang. Menyerah berteman dengan orang-orang yang nyebelin, menyerah pada keterbatasan diri buat beraktualisasi dan menyerah pada diri sendiri untuk bangkit kembali. It’s sounds good. Sudah cape soalnya, mengalami penderitaan yang tak kunjung kenal kata “akhir”.
Penderitaan yang terus jadi bayangan dalam hidupku. Dari masa kecil yang lumayan suram, dan teman-teman, kenalan, kerabat, orangtua, bahkan diriku sendiri tak dapat membuat masalah itu berakhir. Aku hanya bisa membuatnya menjadi kenangan, dan tak bisa melupakannya. Karena aku tak bisa mengubah masa lalu. Aku tak bisa…
Dan masa-masa yang indah saat aku mengenal “cinta”. Bahkan dalam usia yang masih sangat muda, aku sudah mengenal “cinta yang bertepuk sebelah tangan” tapi belum bisa memahaminya. Aku coba dan terus berusaha. Ku pikir aku tak bisa, namun berkat Tuhan yang menganugerahkan waktu dan sahabat, aku coba untuk mengerti mengapa cinta tak bisa dimiliki. Ternyata cinta begitu komplit. Sangat manis saat kita ada dalamnya dan sangat miris saat kita tak bisa memasukinya. Hanya dengan kesibukan yang padat aku bisa mengikis rasa itu, walaupun aku tak dapat melupakannya sampai saat ini. Aku hanya ingin rasanya yang pergi, bukan kenangannya yang hilang.
Larut dalam kesibukan adalah hal yang paling manis buatku saat patah hati. Agar aku tak tiap saat memikirkannya. Sibuk dengan sekolah, berorganisasi, dan sejuta ekskul yang member waktu sedikit untuk duduk diam di rumah ternyata membawa dampak lain dalam keluarga. Mereka mendukung, hanya saja aku pada akhirnya tak se-akrab dulu. Dan ini bukan karena aku telah remaja, tapi karena aku tak tahu harus membagi waktu dan mengungkapkan perasaan pada mereka.
Masuk SMA. Dan aku merasa seperti bukan aku. Perubahan diriku yang sangat jauh dari sebelumnya membawa aku pada akibat yang lain. Aku jadi pasif. Jadi malas. Dan membuat kecewa orang-orang terdekatku. Bahkan diriku sendiri. Maafkan aku. Aku hanya tak bisa menahan godaan untuk menyerah. Aku curang dan tak mau berusaha. Aku pikir aku harus menyerah karena aku adalah manusia. Manusia yang penuh dengan keterbatasan yang banyak. Manusia yang terbawa-bawa oleh masa lalunya. Manusia yang tak bisa berjuang. Manusia yang harus tau batas. Manusia yang tak sempurna.
Ternyata aku salah. Aku salah menilai diri sendiri. Jika saja aku berjuang sampai pada batas maksimal aku berjuang, mungkin saja cita-citaku yang “kecil” bisa terwujud. Mungkin saja aku bisa jadi lebih baik dari sekarang. Mungkin saja aku tetap menjadi seorang gadis yang “keras kepala” karena perjuangan bukan karena bantahannya. Mungkin saja…Mungkin saja.
Kini terlambat sudah untuk mengubahnya. Mengubah semua sebab dan akibat yang aku perbuat. Jika saja aku mempunyai sedikit keberanian untuk maju dan mengatakan “aku bisa” dan tekad yang benar-benar bulat, aku pasti tak akan menulis malam ini. Waktu kinilah yang membuat aku kalah. Kalah pada diriku sendiri. Bodoh dan tak berdaya.
Akankah aku menyerah? Karena sekarang aku tak tahu batas kapan aku harus berhenti dan kapan aku harus berjuang. Dan sekarang aku berdiri di antara dua hal itu. Bantu aku Tuhan, buat aku lebih mengerti. Buat aku berhenti menyakiti orang lain. Buat aku menjadi gadis yang lebih tegar, tak hanya nampak, tapi karena aku kuat. Jangan buat aku menyerah Tuhan, aku percaya pada-Mu…
Penderitaan yang terus jadi bayangan dalam hidupku. Dari masa kecil yang lumayan suram, dan teman-teman, kenalan, kerabat, orangtua, bahkan diriku sendiri tak dapat membuat masalah itu berakhir. Aku hanya bisa membuatnya menjadi kenangan, dan tak bisa melupakannya. Karena aku tak bisa mengubah masa lalu. Aku tak bisa…
Dan masa-masa yang indah saat aku mengenal “cinta”. Bahkan dalam usia yang masih sangat muda, aku sudah mengenal “cinta yang bertepuk sebelah tangan” tapi belum bisa memahaminya. Aku coba dan terus berusaha. Ku pikir aku tak bisa, namun berkat Tuhan yang menganugerahkan waktu dan sahabat, aku coba untuk mengerti mengapa cinta tak bisa dimiliki. Ternyata cinta begitu komplit. Sangat manis saat kita ada dalamnya dan sangat miris saat kita tak bisa memasukinya. Hanya dengan kesibukan yang padat aku bisa mengikis rasa itu, walaupun aku tak dapat melupakannya sampai saat ini. Aku hanya ingin rasanya yang pergi, bukan kenangannya yang hilang.
Larut dalam kesibukan adalah hal yang paling manis buatku saat patah hati. Agar aku tak tiap saat memikirkannya. Sibuk dengan sekolah, berorganisasi, dan sejuta ekskul yang member waktu sedikit untuk duduk diam di rumah ternyata membawa dampak lain dalam keluarga. Mereka mendukung, hanya saja aku pada akhirnya tak se-akrab dulu. Dan ini bukan karena aku telah remaja, tapi karena aku tak tahu harus membagi waktu dan mengungkapkan perasaan pada mereka.
Masuk SMA. Dan aku merasa seperti bukan aku. Perubahan diriku yang sangat jauh dari sebelumnya membawa aku pada akibat yang lain. Aku jadi pasif. Jadi malas. Dan membuat kecewa orang-orang terdekatku. Bahkan diriku sendiri. Maafkan aku. Aku hanya tak bisa menahan godaan untuk menyerah. Aku curang dan tak mau berusaha. Aku pikir aku harus menyerah karena aku adalah manusia. Manusia yang penuh dengan keterbatasan yang banyak. Manusia yang terbawa-bawa oleh masa lalunya. Manusia yang tak bisa berjuang. Manusia yang harus tau batas. Manusia yang tak sempurna.
Ternyata aku salah. Aku salah menilai diri sendiri. Jika saja aku berjuang sampai pada batas maksimal aku berjuang, mungkin saja cita-citaku yang “kecil” bisa terwujud. Mungkin saja aku bisa jadi lebih baik dari sekarang. Mungkin saja aku tetap menjadi seorang gadis yang “keras kepala” karena perjuangan bukan karena bantahannya. Mungkin saja…Mungkin saja.
Kini terlambat sudah untuk mengubahnya. Mengubah semua sebab dan akibat yang aku perbuat. Jika saja aku mempunyai sedikit keberanian untuk maju dan mengatakan “aku bisa” dan tekad yang benar-benar bulat, aku pasti tak akan menulis malam ini. Waktu kinilah yang membuat aku kalah. Kalah pada diriku sendiri. Bodoh dan tak berdaya.
Akankah aku menyerah? Karena sekarang aku tak tahu batas kapan aku harus berhenti dan kapan aku harus berjuang. Dan sekarang aku berdiri di antara dua hal itu. Bantu aku Tuhan, buat aku lebih mengerti. Buat aku berhenti menyakiti orang lain. Buat aku menjadi gadis yang lebih tegar, tak hanya nampak, tapi karena aku kuat. Jangan buat aku menyerah Tuhan, aku percaya pada-Mu…