Wonderful Gratitude
Mengucap syukur atas segala hal. Apakah anda sering melakukannya? Ketika kita sedang letih dengan tekanan di keluarga, dengan masalah pertemanan, ditambah dengan masalah keuangan, kemudian diusik dengan masalah-masalah kecil yang makin membuat tenaga kita semakin mendekati kata habis. Dengan kondisi seperti itu, mampukah anda mengucap syukur? Benar-benar melakukannya? Mengucap syukur akan kepercayaan Allah pada kita dengan memberikan masalah-masalah yang datang silih berganti? Mengucap syukur karena perhatian Tuhan ternyata sangat intens akan kita dengan masalah yang kian membanyak? Mampukah kita?
Sore ini saya pulang kos dengan hati yang sangat kesal. Badan yang kurang fit, tekanan di kampus, masalah keluarga dan ada saja masalah-masalah kecil yang saya tak pernah bayangkan akan terjadi. Badan makin terasa sakit. Kesehatan makin drop. Suasana hati makin kacau. Dan saya tahu, ini bukan kondisi yang membuat saya dapat mengucap syukur. Karena semakin saya pikirkan kenapa ini dan itu, makin buruk saja keadaannya. Dan saya mengambil kesempatan untuk hening sesaat. Memikirkan bukan kenapa ini terjadi, tapi bagaimana saya harus deal dengan keadaan seperti ini. Karena saya yakin, Tuhan sedang memperhatikan saya dengan memberikan saya tes-tes seperti ini sebelum diberikan yang lebih besar dari ini. Dan saya akhiri keadaan itu dengan istirahat. Karena kondisi badan yang memang penat.
Bertepatan pada hari yang sama, teman saya berulang tahun yang ke-20. Dia memang mengundang kami, para teman sekelasnya, pada acara syukuran di rumahnya yang lumayan jauh dari tempat kos saya. Singkat cerita, pada perjalanan pulang kami, saya dan 2 teman saya yang searah jalan pulang, saya mendapati sesuatu yang menyadarkan saya bahwa ada seharusnya rasa syukur saya ucapkan pada Bapa. Lumayan lama kami menunggu mikrolet di depan toko swalayan yang sudah tutup. Padahal saat itu kami terburu-buru karena kos saya yang tutup jam 10. Walaupun belum jam 10, tapi rasanya lama sekali menunggu mikrolet. Memang ada mikrolet yang lewat, menawarkan jasa untukmengantarkan kami ke tujuan, namun beda arah. Arah yang kami tuju tidak lewat satu kali pun. Dalam hati saya sebenarnya saya khawatir, karena sudah malam dan orang-orang sekitar tempat itu tampaknya kurang bersahabat.
Kemudian ada mikrolet yang beda tujuan dengan kami menawarkan jasa. Kami pun menolak dengan mengatakan tujuan kami. Si bapak pun akhirnya mengubah trayeknya sesuai tujuan kami. Dengan sopan ia mengatakan “sudah tidak ada mikrolet dengan trayek tujuan kalian”. Saya pun sadar, untunglah ada si bapak ini. Kalau tidak, mungkin kami harus naik trayek lain dan menunggu lagi trayek dengan tujuan kami, yang berarti semakin larut saja kami untuk pulang. Dalam perjalanan pulang pun saya menyadari hal-hal kecil yang seharusnya saya syukuri. Saya melihat bapak-bapak tua yang sedang menikmati hangatnya mie kuah. Dalam kondisi udara yang cukup dingin peninggalan hujan pada jam 6-7.
Setelah sampai dikamar kos-kosan, saya menulis artikel ini. Dengan pemikiran yang benar-benar dalam. Pada saat kita sangat peka pada masalah-masalah yang kecil karena adanya tekanan dari orang lain, bukankah kita seharusnya juga peka terhadap berkat-berkat dan tuntunan Tuhan, sekecil apapun di mata kita sebagai manusia? Kita tak harus mempunyai hari yang luar biasa untuk bersyukur kan? Itu semua tinggal dimana kita menaruh sudut pandang kita. Melihat segala sesuatu terjadi karena ijin Tuhan yang bertujuan untuk membuat kita dewasa atau memandangnya sebagai sesuatu yang sebenarnya makin membuat hidup kita kacau, karena sesungguhnya bukan ini yang kita inginkan terjadi. Berkat Tuhan bukan hanya segala sesuatu yang baik dan manis saja. Apa guna ada rasa asam, asin dan pahit bila bukan untuk membuat lidah kita mengecap “kayanya” rasa? Karena sesungguhnya, apapun berkat Tuhan itu, semuanya mempunyai tujuan yang sama. Mempunyai maksud yang sama. Tuhan ingin kita mempunyai rasa “berkecukupan” dalam hati manusia yang selalu menginginkan lebih dan lebih. Rasa syukur. Rasa yang membuat kita sadar bahwa Tuhan tidak pernah melupakan kita. Sejauh apapun kita. Karena Tuhan tak mungkin memberikan berkat tanpa disertai dengan penyertaan-Nya. Tuhan selalu menyelesaikan apa yang dimulainya. Masalah kita, tak mungkin Tuhan percayakan kita sebagai manusia yang terbatas mengalami dan menyelesaikannya sendiri. Tiap masalah mempunyai tujuan akhir yang sama. Membuat kita semakin sadar, bahwa Tuhan kita tak akan pernah melupakan makhluk ciptaan-Nya.